Senin, 16 Agustus 2010

8/17 Free ABB

     
    Free ABB    
   
Misteri Polisi Desersi Pengawal Dulmatin
August 17, 2010 at 11:01 AM
 

Mantan anggota polisi dari Polres Depok, Jawa Barat, Sofyan Tsauri, memainkan peran dominan dalam menyambungkan sel teroris Dulmatin di Jawa dengan elemen militan di Aceh. Sofyan ditangkap di Pamulang, Tangerang Selatan, 9 Maret lalu, sesaat setelah Dulmatin ditembak. Sofyan alias Abu Haikal, menurut polisi, bertindak sebagai pengawal Dulmatin.

Keterlibatan sejumlah pemuda rekrutan Front Pembela Islam (FPI) Aceh dalam pelatihan militer di perbukitan Krueng Linteung, Aceh Besar, yang dikelola Dulmatin, tak lepas dari kiprah Sofyan. Menurut Ketua FPI Aceh, Yusuf Qardhawi, awalnya para pemuda Aceh itu direkrut untuk disiapkan berjihad ke Palestina, merespons serangan Israel ke Gaza, pada akhir 2008.

Dari 400-an calon yang mendaftar, terpilih 125 orang. Pada tahap awal, 15 dari 125 relawan terpilih dilatih di Dayah Darul Mujahidin, Blang Mangat, kota Lhokseumawe. Dayah ini dipimpin Teungku Muslim Attahiri, Sekretaris FPI Aceh. Ia dikenal lantang menyerukan syariat Islam dan gencar merazia pelanggar Qanun Syariat Islam.

Sofyan turut memberi pelatihan. Tapi, pada saat itu, Yusuf tidak tahu bahwa Sofyan adalah anggota polisi. Fase berikutnya, 18 relawan dari FPI Aceh dikirim ke FPI Jakarta untuk menjalani pelatihan lanjutan di Parung, Bogor. Yusuf dan Abu Rimba, buronan polisi yang kemudian menyerahkan diri, turut dikirim ke Jakarta. Selama pelatihan di Jakarta, mereka sering diundang ke rumah istri kedua Sofyan di Depok. Kebetulan istri keduanya berasal dari Aceh.

Pada saat di rumah itulah, Yusuf baru tahu bahwa Sofyan anggota polisi. Tapi, secara tidak langsung, kepada Yusuf diperlihatkan surat pemecatan Sofyan dari Polres Depok, sejak Januari 2009. Surat itu dibiarkan tergeletak di meja, sehingga Yusuf bisa membacanya. Ada tiga alasan pemecatan itu: aktivitas jihad, jarang berkantor, dan poligami.

Singkat cerita, rencana pengiriman mujahidin ke Palestina itu dibatalkan karena situasi di Palestina sudah mereda. Selepas pelatihan 10 hari di Parung, Sofyan menemui Yusuf, minta dipilihkan sembilan orang terbaiknya untuk dilatih Sofyan sendiri di Depok. Ketika di Parung, Sofyan tak ikut melatih.

Sofyan menawarkan jihad di Indonesia saja. Sembilan orang terpilih itu ditampung di sebuah kontrakan di belakang Universitas Gunadarma, Kelapa Dua, Depok. Peserta pelatihan diberi makan gratis dan dibekali uang saku. “Kami tidak diberitahu, itu uang dari mana,” kata Yusuf, yang banyak menemukan keganjilan pada diri Sofyan.

Pelatihan itu berlangsung dua bulan. Siang hari mendapat pelatihan, malamnya peserta memperoleh doktrin jihad, termasuk menonton VCD untuk pemompa semangat jihad. Yusuf merasa ada yang aneh, meski Sofyan mengaku sudah dipecat dari keanggotaannya sebagai polisi, pelatihan itu bisa dilakukan di lapangan Brimob Depok.

Tak semua pemuda asal Aceh itu setuju dengan jihad yang dianut Sofyan. Mereka berniat untuk jihad ke Palestina, bukan Indonesia. Jihad ala Sofyan dirasa ganjil, antara lain membolehkan membunuh dan mengambil harta kerabat yang dianggap sesat. Yusuf yang risi dengan konsep jihad Sofyan itu akhirnya memilih pulang ke Aceh bersama tiga temannya sebelum pelatihan berakhir.

“Saya memutuskan belajar pada ulama di Aceh saja,” tutur Yusuf. “Saya khawatir dengan apa yang diajarkan di rumah Sofyan. Apalagi, mereka sering menjelek-jelekkan FPI. Mereka Wahabi, FPI Sunni.” Tersisa enam pemuda Aceh yang berlatih di Depok sampai akhir pelatihan.

“Setelah itu, kami putus kontak dengan teman-teman,” katanya. Hingga akhirnya tersiar kabar bahwa beberapa teman pelatihan di Depok dinyatakan sebagai buronan pelatihan teroris di Aceh Besar. Abu Rimba, yang tak ikut pelatihan di Depok, hanya ikut di Parung, pun dinyatakan buron. Abu Rimba akhirnya menyerahkan diri. “Saya dengar, Abu Rimba direkrut di Aceh sepulang dari Jakarta,” kata Yusuf.

***

Peran penting Sofyan yang lain adalah merintis pembukaan kamp pelatihan militer di Aceh. Itu dilakukan lewat pintu Yudi Zulfahri, pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Banda Aceh. Alumnus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor, Jawa Barat, ini mengalami puncak radikalisasi ketika bertemu Sofyan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Awalnya, Sofyan adalah tipe mahasiswa yang haus mendalami agama. Selama kuliah di STPDN, ia rajin ikut berbagai pengajian. Ia pernah hampir masuk NII (Negara Islam Indonesia) yang memang agresif merekrut pengikut dari kalangan mahasiswa. Meski batal masuk NII, Yudi tetap rajin membaca buku bertema jihad dan menonton VCD seputar jihad.

Selepas kuliah, Yudi sempat pulang ke Aceh, lalu ke Bandung untuk berbisnis. Kemudian ia pindah ke Jagakarsa, Jakarta, untuk merintis usaha. Di Jagakarsa, Yudi ikut kelompok pengajian yang berafiliasi pada Oman Abdurrahman, terpidana kasus kepemilikan bahan peledak di Cimanggis, Depok.

Di sana pula Yudi berkenalan dengan Sofyan Tsauri dari jaringan pengajian asuhan Oman itu. Keduanya malah bekerja sama dalam bisnis senjata mainan. Keduanya makin akrab karena sama-sama meminati buku dan VCD jihad. Sofyan pernah menjadi relawan tsunami ke Aceh lewat jalur Bulan Sabit Merah. Dari sana, Sofyan mendapat istri kedua orang Aceh.

Pada akhir 2008, Yudi kembali bekerja di Pemerintah Kota Banda Aceh. Tak berselang lama, Sofyan berkunjung ke Aceh bersama istrinya. Sofyan dan Yudi berbincang menggagas basis pelatihan di Aceh untuk perjuangan menegakkan syariat Islam sepenuhnya.

Pada awal 2009, Sofyan kembali ke Aceh bersama Hamzah, yang belakangan diketahui sebagai Dulmatin. Mereka membicarakan rencana pembukaan kamp pelatihan (tadrib) di Aceh. Rencana ini sempat tertunda ketika pada Juli 2009 terjadi peledakan bom Marriott II dan The Ritz-Carlton di Jakarta. Ini juga mengisyaratkan, jaringan Dulmatin dan pengebom Marriott II bergerak sendiri-sendiri.

Yudi dan beberapa koleganya mulai mencari lokasi dan mengumpulkan perlengkapan. Yudi memperoleh senjata dari Sofyan. Dana dipasok dari Hamzah alias Dulmatin. Yudi juga sering berkunjung ke kontrakan Dulmatin di Pamulang. Sofyan bukan hanya berperan meretas jalan pembentukan kamp pelatihan di Aceh, melainkan juga mengawal Dulmatin ke Aceh.

***

Menurut Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pada saat jumpa pers, Rabu dua pekan lalu, Sofyan adalah pendiri sekolah latihan menembak di Depok untuk para teroris. “Dia juga pemasok senjata,” kata Bambang. Sedangkan Yudi, menurut Bambang, adalah rekrutan pertama asal Aceh yang dipakai untuk membuka jalan pelatihan militer di Aceh.

Sofyan ditangkap di rumah mantri Fauzi Syarif di Pamulang. Keduanya berkenalan dalam pengajian asuhan Abu Jibril. Bagi Ketua DPP FPI Bidang Nahi Mungkar, Munarman, sosok Sofyan ini penting dicermati. “Kami tidak yakin dia desersi polisi, tapi infiltrasi,” kata Munarman. “Dari informasi yang kami kumpulkan, dia agen yang disusupkan untuk menjebak pemuda FPI Aceh.”

Menurut Munarman, relawan jihad asal Aceh anak baik-baik. Buktinya, mereka sukarela menyerahkan diri. Ketika menggelar pelatihan di Aceh, mereka melakukannya secara terbuka dan tidak ada masalah. “Tidak ada pelanggaran hukum,” Munarman menambahkan. “Sofyan ini yang aktif merekrut saat anak-anak batal ke Palestina.”

Kapolres Depok, Komisaris Besar Saidal Mursalin, kepada pers memastikan bahwa Sofyan desersi sejak Februari 2009 karena tidak pernah masuk kantor. Setelah ditangkap di Pamulang, Sofyan dipindahkan ke tahanan Polda Aceh.

Anehnya, ketika di Polda Aceh, Selasa lalu, Ketua FPI Aceh, Yusuf Qardhawi, tak sengaja melihat Sofyan bisa melenggang bebas ke luar tahanan dan sempat berteriak menyapa Yusuf, “Hai, Teungku Suf!” Sofyan lalu naik mobil Vitara bersama anggota polisi lainnya, melaju menuju pusat kota.

Asrori S. Karni, dan Hendra Syahputra (Banda Aceh)
[NasionalGatra Nomor 20 Beredar Kamis, 25 Maret 2010]

http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=136243

Related posts:

  1. Inilah Kronologi Terorisasi Aceh yang Dipakai untuk Menjerat Ba’asyir
  2. Senjata “Teroris” Aceh Berasal dari Gudang Polri

   
   
Senjata "Teroris" Aceh Berasal dari Gudang Polri
August 17, 2010 at 10:55 AM
 

Jakarta, Kompas – Sedikitnya 12 pucuk senjata yang digunakan oleh kelompok “teroris” di Aceh berasal dari gudang Deputi Logistik Mabes Polri di Jakarta. Bocornya senjata itu melibatkan dua oknum polisi aktif dari Deputi Logistik Mabes Polri. Mereka terlibat karena motivasi ekonomi.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang kepada Kompas, Senin (12/4). "Dua orang bintara (oknum polisi) itu sudah ditahan. Keduanya bekerja sama dengan Sofyan untuk memperoleh senjata-senjata yang sudah disposal untuk dipoles, dirakit ulang," kata Edward.

Selain senjata, di antaranya jenis AK-47, kedua oknum Polri itu juga memasok sedikitnya 8.000 butir peluru kepada kelompok “teroris” melalui Sofyan, polisi desersi yang menjadi anggota kelompok “teroris” di Aceh.

Edward mengatakan, sejauh ini kedua oknum polisi itu terlibat sebatas karena motivasi ekonomi, bukan keterlibatan yang berlatar belakang ideologis.

Informasi yang diperoleh di kepolisian, kedua polisi bintara itu berpangkat brigadir satu. Keduanya bernama Abdi dan Tatang. Berdasarkan keterangan salah satu tersangka “teroris”, Yudi Zulfahri, kepada Kompas, satu senjata dibeli seharga Rp 17 juta melalui Sofyan.

Sementara itu, lima tersangka kasus pelatihan kelompok bersenjata di kawasan Perbukitan Krueng Linteung, Jalin, Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Senin, ditangkap oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di dua tempat di Banda Aceh dan sekitarnya. Seorang “teroris” tewas tertembak karena melawan saat hendak ditangkap, kemarin.

Adapun lima dari enam tersangka “teroris” yang ditangkap anggota Kepolisian Sektor Medan Kota, Minggu siang, diterbangkan ke Nanggroe Aceh Darussalam untuk pengembangan kasus. Seorang tersangka lainnya dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan karena menderita malaria.

Masuk DPO

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NAD Komisaris Besar Farid A Solekh di Banda Aceh, Senin petang, menjelaskan, "Yang tewas tertembak masuk dalam daftar pencarian orang karena terkait dengan kasus teror di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa tahun lalu."

Farid menjelaskan, satu tersangka yang tewas adalah Enal Tao alias Zainal alias Ridwan alias Haris (35). Jenazahnya masih di kamar pemulasaraan jenazah RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh.

Tersangka tewas ditembak saat anggota Densus 88 menggerebek rumah tersangka lainnya, Aidil Syakrisah (38), di Desa Gla Meunasah Baro, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Aidil dicurigai polisi membantu kelompok bersenjata itu selama berlatih dan mencoba melarikan diri keluar dari wilayah ini.

Polisi menjelaskan, setelah Aidil—pemilik CV WML—ditangkap, dia memberitahukan tempat persembunyian tiga anggota lainnya. Mereka disembunyikan oleh Aidil di sebuah ruko di Jalan Jama'a, kawasan Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

Sementara itu, Minggu dini hari, polisi dari Polsek Medan Baru menangkap enam buronan terorisme, dua di antaranya bekas narapidana, yakni Lutfi Haedaroh alias Ubeid dan Ibrohim. Selain itu, polisi juga menangkap Abu Yusuf yang berperan sebagai pemimpin pelatihan di Aceh, Komarudin alias Abu Musa, Pandu Wicaksono, dan Bayu Seno.

Bayu merupakan buronan lama, yang diduga terlibat dalam pengeboman Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Bayu merupakan salah satu perakit bom, yang disembunyikan di Jatiasih, Bekasi. Bom itu disebut Polri hendak menyasar iring-iringan Presiden dari Cikeas.

Dikirim ke NAD

Lima dari enam “teroris” yang ditangkap di Medan, kemarin, terbang dengan pesawat PK VVJ tipe 208 milik maskapai Susi Air via Bandara Polonia, Medan, Senin pukul 10.00. Densus 88 membawa beberapa unit komputer, yang diduga dipakai kelompok itu untuk berhubungan dengan jaringan lainnya di luar NAD.

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4951540&page=8

(dengan sedikit perubahan pada tanda baca -”teroris”-)

Related posts:

  1. TPM: Abu Bakar Ba’asyir Tidak Ada dalam Video Latihan Militer di Aceh
  2. FUI Minta Polri Bebaskan Ba’asyir Tanpa Syarat
  3. Inilah Kronologi Terorisasi Aceh yang Dipakai untuk Menjerat Ba’asyir

   
   
TPM: Latihan Militer Tidak Termasuk Tindak Pidana Terorisme
August 16, 2010 at 11:21 PM
 

Jakarta (voa-islam.com) -Kuasa Hukum Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba’asyir mengaku ada sepuluh kejanggalan hukum dalam penangkapan kliennya. Menurut Mahendradatta, dewan pembina Tim Pengacara Muslim (TPM), kejanggalan paling mendasar yaitu tentang kedudukan hukum latihan militer Aceh.

“Pada Bab III UU 15 tahun 2003 juncto Perppu nomor 1 tahun 2002 yang mengatur tindak pidana terorisme, sebuah latihan militer tidak termasuk sebagai suatu tindak pidana terorisme,” kata Mahendradatta, Minggu.

Menurut dia, permasalahan yang membelit kliennya juga harus didekati dalam kerangka penegakan hukum. Sayang dia tidak menyebutkan secara detil kejanggalan-kejanggalan lainnya.

Selain itu, Mahendradatta juga menyayangkan selama ini media seolah hanya mengamini stigma yang dipropagandakan kepolisian. “Kalau mau penegakan hukum mari berpikir kritis,” ujarnya.

Ia mengaku khawatir, polisi menggunakan cara-cara di luar pengadilan agar latihan militer di Aceh dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Untuk itu, dia mengimbau pengadilan menjaga kemandirian.

“Kalau latihan militer dianggap kegiatan terorisme, pastinya banyak yang kena tindak pidana terorisme. Satpol PP itu juga suka latihan militer,” ujar Mahendradatta.

Minggu kemarin Mahendradatta menjenguk Abu Bakar Baasyir sekaligus berbuka bersama ditemani anggota TPM lainnya yaitu Munarman dan Ahmad Michdan. Mereka dipanggil ke Mabes terkait perpanjangan penahanan Ba’asyir selama empat bulan. (Ibnudzar/vvo)

http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2010/08/16/9237/tpmlatihan-militer-tidak-termasuk-tindak-pidana-terorisme/

Related posts:

  1. TPM: Abu Bakar Ba’asyir Tidak Ada dalam Video Latihan Militer di Aceh
  2. HTI Yakin, ABB Tidak Terlibat Terorisme
  3. Munarman: SBY Manfaatkan Isu Terorisme Untuk Tarik Simpati Masyarakat

   
   
Slanders inside Ustadz ABB Arrest
August 16, 2010 at 11:15 PM
 

Indonesia’s public served by TVOne smothering scene with repeated publicity of KH Abu Bakar Ba’asyir (72 years) arrest who is familiarly called Ustadz ABB or Ustadz Abu. It caused Amir Jamaat Anshorut Tawhid (JAT) arrest at Banjar Patroman West Java Police’s yard was too show off (over acting)!. Ustadz Abu car entourage were surrounded, broken car glass, and the driver arrested like a criminal contempt. Whereas in the car there Ustadz Abu’s wife and the other grandmothers. Indeed it’s inhuman!

More over the demonstrative arrest came two days ahead of Ramadan 1431H. So for Muslims arrests the elderly cleric who always straightforward and explicit in his lecture that is present tyranny in greet the month of Ramadan. This was repeated intimidation Police Headquarters against the Islamic da’wah and the activists at the start of Ramadan last year. It was Kadivhumas Irjenpol Nanan Sukarna Police Headquarters announced that the national police will supervise the da'wah during Ramadan.

Those Repressive actions obviously leave pain in the hearts of Muslims who still have faith in their chest and highly appreciate the cleric institutions as the heir of the prophet (waratsatul Anbiya). And Ustadz ABB is a figure that could be called waratsatul cleric for his straight-istiqomah and explain about Islam like the way it is about aqidah, sharia, daulah, and jihad fi sabilillah, also because of the sharpness of the sentence and his hujjah, and simplicity of his life.

People who look closely at the figure of Ustadz ABB, certainly convinced that the allegations by police that he financed the military training in Aceh up to 700 million does not make sense. The reason that Ustadz ABB is very simple. When me together with Habib Rizieq and KH. Siddiq Mudzakir visited him at Police Headquarters a day after being arrested, he said with a chuckle said if I have those, of course it is better to build a secretariat JAT. He added, “For our JAT office in Solo we just able to rent for 18 million per year.”

After visited Ustadz ABB, I read a statement from FUI criticizing the arrest and judge them as lie made and prosecute on police to immediately release Ustadz ABB unconditionally. Cause indeed he was not guilty. And the police have no evidence except only witness of the members / former members of JAT who arrested. According to reports obtained by FUI, the children who were arrested were tortured. And testimony under torture certainly apocryphal.

It was a suspect for Aceh training named Lutfi Haidaroh i.e Ubaid who sings that Ustadz Abu involved. Ustadz Abu denied Ubaid witness and claimed that Ubaid had been kick out from JAT by him, because he have his own activities (out of control of Ustadz Abu). Being reported that Ubaid who also singing that Ustadz Abu met and and approve Amrozi cs. bombing to Bali in Solo so then he was thrown in jail because of it. So that Ubaid is suspect as a player.

Player who deserves accused most responsible for what is alleged to Ustadz ABB is a steered cop named Sofyan Tsauri. He who recruit and train young people from the JAT, FPI Aceh, and Jamaah Ustadz Abdurrahman Aman. According to reports received by FUI, in addition to successfully train young people to shoot with live bullets in Mako Brimob Palm Two, Sofyan Tsauri supplying weapons for military training in Aceh which was then presumed as terrorist training. FUI also get reports that Sofyan offers to the parties in Central Java for military training and offered money 500 million rupiah for it.

How a steered can train in Mako Brimob and supplying weapons?. There must playing with people who inside. Head of Public Relations Police Headquarters Edward Aritonang admit it. There are two other members actively involved with Sofyan, namely Tatang Mulyadi and Abdi Tunggal who handed weapons and ammunition from the armory (VIVAnews 10 / 8).

Thus it is clear for allegations that Ustadz ABB involved military training in Aceh is a slander. And his arrest who dropped of the dignity of a scholar who had been old is a slander. And slander is something oppressors who incurred the Wrath of Allah. Allah SWT says:

For those who persecuted the believing men and women and did not repent of it, there is the torment of Hell and the punishment (hell) that burns. (QS al-Burooj 10).

May big families of the national police understand the dangers of libel and keep themselves away from lie maker. Moreover public confidence in the national police has fallen with case of Bibit Chandra, Chief of Police has been lying in front of the Parliament of the existence of phone recording between Ary Muladi and Ade Raharja, and the Police found out “accidentally” processing A option in Century Bank case when Parliament set C option which must be handled . Former Kabareskrim Komjenpol Susno Duaji once said that related with lie made case of Bibit Chandra, Chief of Police lied five times a day. Wow-wow-wow.. If in front of the parliament Chief of Police can lie, what is in case of Ustadz ABB Ustadz not lying?. Wallahua’lam!

Original Source by suara-islam.com
taken: http://freeabb.com/2010/08/fitnah-dalam-penangkapan-ustadz-abb/

Transate by: myselfme, Arrahmah.com English Section

Related posts:

  1. What really Persecution! Welcoming Ramadhan, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir arrested by Police
  2. Family Party Request ABB Case Trial Immediately
  3. Freed, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir's Wife Tells Chronologically Arrest of Her Huband's

   
   
Memilih Percaya pada Siapa? (POLRI atau Ba'asyir)
August 16, 2010 at 10:43 PM
 

بسم الله الرحمن الرحيم

Seandainya kita dihadapkan pada dua pilihan untuk mempercayai seseorang, orang pertama adalah keluarga yang amat dekat demhan kita namun sepanjang perjalan hidup kita dia terlalu banyak menyakiti hati kita dengan kebohongan dan pengkhianatan

Orang kedua adalah seseorang yang bukanlah keluarga kita, namun sejak awal hubungan dimulai dia selalu bisa menjadi orang yang dapat dipercaya sedikitpun tak ernah mencoba mengkhianati dan mengecewakan kita, walaupun hubungan diantara kita tak lah dapat dibilang lama.

Beberapa waktu kemudian, sang keluarga dekat kita mengatakan hal-hal yang baru tentang si teman baru kita, dan yang hal-hal yang dia katakan adalah hal-hal buruk. disisi lain tak ada satupun pernyataan keluarga dekat ini yang pernah tebukti dihadapan kita.

Lantas pada siapakah kita akan percaya, pada kata-kata sang keluarga dekat atau pada kenyataan tentang temankita yang telah kita lihat sendiri?

—————————————————————————————————————————————

Cerita diatas adalah analogiku terhadap cerita antara POLRI dan Ustad Abu Bakar Ba’asyir.

POLRI adalah keluarga dekat kita sebagai warga negara, dialah yang menjadi contoh dan tauladan kita sebagai aparatur negara, dia bertugas menjaga dan menjauhkan kita dari segala bahaya. namun tak dapat dipungkiri, hati kita terlalu sakit oleh beberapa tindakannya, mulai dari kasus kecil seperti pembuatan surat-surat administrasi seperti halnya SIM, pungutan liar saat berinteraksi dengan internal POLRI dalam berbagai hal, maih banyaknya calo yang bekerjasama dengan orang dalam POLRI, kasus suap-menyuapdi tubuh POLRI seperti halnya kasus tilang yang bisa bebas dengan membayar sedikit uang kepada sanga POLRI, sampai kasus besar yang sangat menusuk hati kita seperti KKN yang sudah banyak terjadi, kaus salah tangkap orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah, penganiayaan terhadap masyarakat, aksi bentrok antara POLRI dan TNI, aksi salah tembak yang menyebabkan orang yang tak bersalah jadi korban, rekening gemuk perwira POLRI, mafia kasus dan banyak lagi, walaupun tak bisa kita generalisir bahwa semua anggota dan pejabat POLRI melakukan itu, namun inipun sudah cukup membuat hati ini sesak dengan realita yang ada.

Pun kami tidak tahu bagaimana akhlak para pejabat dan anggota POLRI ini, belum ada jaminan dan bukti bahwa mereka berakhlak baik, namun sedikit banyak kasus-kasus diatas sudah bisa menggambarkan bagaimana kualitas akhlak para aparatur negara kita ini.

Di satu sisi Ustad ABB, adalah seorang ulama kharismatik yang tidak pernah sedikitpun selama umur hidupnya mencoba mencelakai negara ini, dan sudah barang tentu tak ada lagi yang meragukan kualitas akhlaknya, walaupu kita sebagai warga negara tak teralu merasakan kehadirannya dalam kehidupan, namun sedikitpun ia tidak pernah menyakiti hati kita, malah yang dia nampakkan adalah ittikad baiknya untuk masyarakat indonesia.

Tiba-tiba saja POLRI yang merupakan aparatur negara yang bertugas melindungi negara mengatakan bahwa ustad ABB melakukan tindakan yang akan merugikan bangsa ini kami dihadapkan pada dua pilihan yang berat, apakah mempercayai POLRI yang merupakan aparatur negara yang bertugas melindungi negara ini atau percaya pada Ustad ABB yang diberikan tuduhan yang selama umur hidupnya kami belum pernah melihat dia melakukan hal sejenis seperti itu.

Kami berusaha untuk mempercayaia POLRI, namun perjalan hidup dan sejarah interaksi kita dengan POLRI malah memberikan kesaksian yang berbeda, seolah-olah sejarah berkata bahwa kesaksian POLRI itu tidak benar. bagaimana bisa kami percaya dengan perkataan instansi yang sudah beberapa kali menyakiti hati kita dengan tindakannya? dan yang dituduhpun adalah orang yang selama hdiupnya kami tidak pernah melihat dia melakukan perbuatan kecil ataupun besar untuk mencelakai negara ini.

Saya tidak ingin mengulas tentang ada atau tidaknya propaganda AS ataupun zionis disini, namun tanpa ada propaganda AS dan zionispun saya akan kesulitan untuk mempercayai POLRI saat ini.

Dan saat ini saya memilih untuk tidak percaya pada POLRI.

http://hadiyanfa.multiply.com/journal/item/43/memilih_percaya_pada_siapa_POLRI_atau_Baasyir?replies_read=8

No related posts.

   
     
 
This email was sent to biro_ops_sumsel.polisi@blogger.com.
Delivered by Feed My Inbox
230 Franklin Road Suite 814 Franklin, TN 37064
Create Account
Unsubscribe Here Feed My Inbox
 
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar